Bullying atau perundungan merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain dengan tujuan untuk menyakiti orang tersebut umumnya dilakukan secara berulang kali. Bullying dikelompokkan menjadi 6 kategori, diantaranya : Kontak Fisik Langsung seperti memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, merusak barang milik orang lain.
Kontak Verbal Langsung contohnya mengancam, mempermalukan, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip, melabeli. Perilaku Non Verbal Langsung misalnya menatap sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan.
Prilaku Non Verbal Tidak Langsung seperti mendiamkan seseorang,
memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, mengucilkan atau mengabaikan,
mengirimkan surat kaleng. Cyber Bullying contohnya menyakiti dengan sarana
media elektronik seperti rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat
media sosial. Pelecehan Seksual sebagai prilaku agresif fisik atau verbal.
Sedangkan kekerasan terhadap anak adalah Setiap perbuatan terhadap anak yang
berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara fisik, psikis,
seksual dan/atau penelantaran, termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan
atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Terdapat 5 bentuk kekerasan
terhadap anak diantaranya : kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, dan
eksploitasi. Hal ini merupakan beberapa materi yang disampaikan oleh Wakil
Ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Propinsi Bali, pada acara
Sosialisasi Pencegahan Bullying dan Kekerasan Pada Anak di Sekolah, Jumat, 6 September di SD Negeri 1 Blunyahan.
Sosialisasi anti perundungan ini
juga melibatkan pihak orang tua, dengan mengadakan pertemuan khusus yang
membahas tindakan pencegahan perundungan di rumah dan sekolah. Orang tua
diundang untuk mendukung inisiatif ini dan berperan aktif dalam menciptakan
lingkungan yang aman bagi anak-anak mereka.
Kegiatan “Pendidik Sebaya” ini diharapkan dapat membentuk budaya sekolah yang lebih peduli, empati, dan menghargai perbedaan. Dengan kesadaran dan kerjasama dari semua pihak, sekolah-sekolah di Lombok Tengah berharap dapat menjadi tempat yang lebih positif dan inklusif bagi semua peserta didik.
0 Komentar